Emesis Gravidarum merupakan hal yang fisiologis bagi semua wanita hamil dengan begitu Emesis Gravidarum harus tetap ditangani dan mendapat penanganan yang lebeih baik, perlu disadari bahwa kehamilan adalah tugas dari seorang ibu yang harus diterima dan dihadapi dengan tabah walaupun tidak jarang mereka cemas dalam menghadapi masalah tersebut, oleh karena itu peranan bidan sangat diperlukan demi meningkatkan derajat kesehatan yang lebih baik lagi. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui gambaran pengetahuan ibu hamil trimester I, berdasarkan faktor keyakinan, pengalaman dan paritas di wilayah kerja Puskesmas Plumpang Kabupaten Tuban.
Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif, populasi dalam penelitian ini adalah ibu hamil trimester I yang datang di Puskesmas Plumpang Kabupaten Tuban sebanyak 75 orang. Tehnik pengambilan sampel menggunakan sampling non probability tipe purposive sampling yaitu memiliki sampel sesuai dengan yang dikehendaki peneliti yaitu sebanyak 56 orang. Pengumpulan data dengan kuesioner yang disebarkan kepada responden sehingga didapatkan data umum dan data khusus.
Hasil penelitian dari 56 responden menunjukkan bahwa faktor keyakinan, pengalaman dan paritas menggambarkan pengetahuan ibu tentang Emesis Gravidarum pada trimester I terbukti 67,9% ibu hamil dengan keyakinan kuat, 32,0% ibu hamil dengan pengalaman baik, 36,3% ibu hamil dengan paritas 2 anak dan 55,4% ibu hamil dengan pengetahuan sedang.
Dengan demikian keyakinan, pengalaman dan paritas ibu hamil dapat menggambarkan tentang tingkat pengetahuan ibu hamil, sehingga perlu adanya dukungan penyuluhan dari tenaga kesehatan khususnya bidan, agar pengetahuan ibu hamil lebih baik lagi. Disarankan bagi semua wanita hamil agar lebih rajin memeriksakan kehamilannya supaya mendapat informasi dan nasehat baru dari tenaga kesehatan.
Kamis, 25 Februari 2010
Kamis, 28 Januari 2010
1.PLAN (Perencanaan)
indikator tingkat RS digunakan untuk mengukur potensi komplikasi yang sebenarnya dapat dicegah saat pasien mendapatkan berbagai tindakan medik di rumah sakit. indikatorini hanya mencakup kasus-kasus yang merupakan diagnosis sekunder akibat terjadinya resiko pasca tindakan medik.
indikator tingkat area mencakup semua resiko komplikasi akibat tindakanmedik yang di dokumentasikan di tingkat pelayanan setempat, baik kabupaten atau kota.indikator ini mecakup diagnosis utama maupun diagnosis sekunder untuk komplikasi akibat tindakan medik.
2.DO (Pelaksanaan)
pemenuhan sarana, prasarana, peralatan, obat, dan perbekalan RS seuai dengan standart, khususnya di daerah tertinggal secara selektif. yaitu diantaranya :
* peningkatan pelayanan untuk menurunkan AKI/AKB
* peningkatan pelayanan UGD, ICU, ICCU, NICU
* peningkatan pelayanan penunjang (Lab, Radiologi, Anestesi, Bank Darah)
* peningkatan dan pengendalian mutu pelayanan di RS umum dan khusus dengan membuat standart, pedoman, dan prosedur tata laksana pelayanan sesuai dengan strata RS dan sarkes lainnya
* peningkatan dan pengembangan beberapa jaringan elayanan rujukan.
* mengembangkan Rumah Sakit Sayang Ibu dan Sayang Bayi di seluruh Rumah Sakit.
* mengembangkan dan penerapan standart pelayanan kedokteran, keperawatan dan penunjang medik lainnya di sarana kesehatan lainnya.
3.CHECK (Pemeriksaan)
indikator ini dapat digunakan bersama dengan data (check list) pasien rawat inap yang sudah diperbolehkan meninggalkan rumah sakit. pemeriksaan dapat dilakukan dengan wawancara, kuisioner, kotak saran, maupun pelayanan hotline. indikator PATIENT SAFETY bermanfaat untuk menggambarkan besarnya masalah yang dialami pasien selama dirawat dirumah sakit, khususnya yang berkaitan dengan berbagai tindakan medik yang berpotensi menimbulkan resiko di sisi pasien.
4.ACTION (Perbaikan)
IPS hendaknya memuat potensi-potensi resiko klinis yang relatif sering menimbulkan trauma di pihak pasien atau menimbulkan dampak medik, biaya, dan organisasi yang signifikan bagi pelayanan kesehatan / rumah sakit.
IPS hendaknya lebih memperhatikan setiap tindakan yang dilakukan demi keselamatan dan kesembuhan pasien.
indikator tingkat RS digunakan untuk mengukur potensi komplikasi yang sebenarnya dapat dicegah saat pasien mendapatkan berbagai tindakan medik di rumah sakit. indikatorini hanya mencakup kasus-kasus yang merupakan diagnosis sekunder akibat terjadinya resiko pasca tindakan medik.
indikator tingkat area mencakup semua resiko komplikasi akibat tindakanmedik yang di dokumentasikan di tingkat pelayanan setempat, baik kabupaten atau kota.indikator ini mecakup diagnosis utama maupun diagnosis sekunder untuk komplikasi akibat tindakan medik.
2.DO (Pelaksanaan)
pemenuhan sarana, prasarana, peralatan, obat, dan perbekalan RS seuai dengan standart, khususnya di daerah tertinggal secara selektif. yaitu diantaranya :
* peningkatan pelayanan untuk menurunkan AKI/AKB
* peningkatan pelayanan UGD, ICU, ICCU, NICU
* peningkatan pelayanan penunjang (Lab, Radiologi, Anestesi, Bank Darah)
* peningkatan dan pengendalian mutu pelayanan di RS umum dan khusus dengan membuat standart, pedoman, dan prosedur tata laksana pelayanan sesuai dengan strata RS dan sarkes lainnya
* peningkatan dan pengembangan beberapa jaringan elayanan rujukan.
* mengembangkan Rumah Sakit Sayang Ibu dan Sayang Bayi di seluruh Rumah Sakit.
* mengembangkan dan penerapan standart pelayanan kedokteran, keperawatan dan penunjang medik lainnya di sarana kesehatan lainnya.
3.CHECK (Pemeriksaan)
indikator ini dapat digunakan bersama dengan data (check list) pasien rawat inap yang sudah diperbolehkan meninggalkan rumah sakit. pemeriksaan dapat dilakukan dengan wawancara, kuisioner, kotak saran, maupun pelayanan hotline. indikator PATIENT SAFETY bermanfaat untuk menggambarkan besarnya masalah yang dialami pasien selama dirawat dirumah sakit, khususnya yang berkaitan dengan berbagai tindakan medik yang berpotensi menimbulkan resiko di sisi pasien.
4.ACTION (Perbaikan)
IPS hendaknya memuat potensi-potensi resiko klinis yang relatif sering menimbulkan trauma di pihak pasien atau menimbulkan dampak medik, biaya, dan organisasi yang signifikan bagi pelayanan kesehatan / rumah sakit.
IPS hendaknya lebih memperhatikan setiap tindakan yang dilakukan demi keselamatan dan kesembuhan pasien.
PDCAku
PDCA (Plan , Do , Check , Action)
Adalah suatu proses pemecahan masalah empat langkah interaktif yang umum digunakan dalam pengendalian kualitas.
PLAN (Rencanakan)
Meletakkan sasaran dan proses yang dibutuhkan untuk memberikan hasil yang sesuai dengan spesifikasi.
Contoh :
Cara berpikir bidan dalam mencapai sasarannya. Yaitu menentukan siapa sasarannya (ibu hamil resiko tinggi misalnya), kapan akan dilakukan penanganan (ketika ibu hamil yang resiko tinggi tersebut memeriksakan kehamilannya ke bidan atau ke puskesmas), kenapa dilakukan penyuluhan (karena ibu hamil tersebut termasuk ibu hamil yang mempunyai resiko tinggi, dan atau agar angka kematian ibu berkurang/menurun), dimana akan dilakukan (di rumah bidan atau BPS), dan apa yang akan dilakukan (dengan cara memberikan penyuluhan, misalnya), serta bagaimana cara melakukannya (dengan cara ibu diberikan gambaran tentang bagaimana resiko ibu hamil yang resiko tinggi khususnya ibu hamil resiko tinggi karena terlalu dekat jarak kelahirannya, tanpa menakut-nakuti ibu demi menjaga emosionalnya selama hamil).
DO (Kerjakan)
Implementasi proses.
Contoh :
Sasaran bidan tersebut adalah ibu hamil yang resiko tinggi karena jarak kelahirannya terlalu dekat. Implementasinya yaitu :
Ketika ibu hamil yang didiagnosa resiko tinggi tersebut memeriksakan kehamilannya ke tempat praktek bidan, maka langkah pertama bidan tersebut adalah klien tersebut di anamnesa untuk mengumpulkan data subyektif, lalu melakukan pemeriksaan sesuai protap yang telah ditentukan untuk mengumpulkan data obyektif klien tersebut, lalu melakukan suatu tindakan dengan cara memberikan suatu penyuluhan tentang penegrtian scor Puji Rochyati yang ada di buku KIAnya, memberikan gambaran seorang ibu yang memiliki resiko tinggi sesuai dengan scor Puji Rochyati tersebut dengan menjaga emosional ibu hamil tersebut.
CHECK (Cek)
Memantau dan mengevaluasi proses dan hasil terhadap sasaran dan spesifikasi dan melaporkan hasilnya.
Contoh :
Setelah dilakukan penyuluhan , bidan mengevaluasi klien resiko tinggi tersebut dengan cara menanyakan kembali apa yang telah dijelaskan oleh bidan terseburt kepada klien. Dan meminta klien untuk mengulanginya lagi atau menanyakan kembali apa yang dijelaskannya tadi.
ACTION (Tindak Lanjuti)
Menindaklanjuti hasil untuk membuat perbaikan yang diperlukan. Ini berarti juga meninjau seluruh langkah dan memodifikasi proses untuk memperbaikinya sebelum implementasi berikutnya.
Contoh :
Setelah klien tersebut melahirkan, bidan menyarankan kepada klien untuk memakai alat kontrasepsi untuk menunda kehamilan berikutnya. Agar kehamilan tidak terjadi sebelum 2 tahun setelah kelahiran terakhir.
Adalah suatu proses pemecahan masalah empat langkah interaktif yang umum digunakan dalam pengendalian kualitas.
PLAN (Rencanakan)
Meletakkan sasaran dan proses yang dibutuhkan untuk memberikan hasil yang sesuai dengan spesifikasi.
Contoh :
Cara berpikir bidan dalam mencapai sasarannya. Yaitu menentukan siapa sasarannya (ibu hamil resiko tinggi misalnya), kapan akan dilakukan penanganan (ketika ibu hamil yang resiko tinggi tersebut memeriksakan kehamilannya ke bidan atau ke puskesmas), kenapa dilakukan penyuluhan (karena ibu hamil tersebut termasuk ibu hamil yang mempunyai resiko tinggi, dan atau agar angka kematian ibu berkurang/menurun), dimana akan dilakukan (di rumah bidan atau BPS), dan apa yang akan dilakukan (dengan cara memberikan penyuluhan, misalnya), serta bagaimana cara melakukannya (dengan cara ibu diberikan gambaran tentang bagaimana resiko ibu hamil yang resiko tinggi khususnya ibu hamil resiko tinggi karena terlalu dekat jarak kelahirannya, tanpa menakut-nakuti ibu demi menjaga emosionalnya selama hamil).
DO (Kerjakan)
Implementasi proses.
Contoh :
Sasaran bidan tersebut adalah ibu hamil yang resiko tinggi karena jarak kelahirannya terlalu dekat. Implementasinya yaitu :
Ketika ibu hamil yang didiagnosa resiko tinggi tersebut memeriksakan kehamilannya ke tempat praktek bidan, maka langkah pertama bidan tersebut adalah klien tersebut di anamnesa untuk mengumpulkan data subyektif, lalu melakukan pemeriksaan sesuai protap yang telah ditentukan untuk mengumpulkan data obyektif klien tersebut, lalu melakukan suatu tindakan dengan cara memberikan suatu penyuluhan tentang penegrtian scor Puji Rochyati yang ada di buku KIAnya, memberikan gambaran seorang ibu yang memiliki resiko tinggi sesuai dengan scor Puji Rochyati tersebut dengan menjaga emosional ibu hamil tersebut.
CHECK (Cek)
Memantau dan mengevaluasi proses dan hasil terhadap sasaran dan spesifikasi dan melaporkan hasilnya.
Contoh :
Setelah dilakukan penyuluhan , bidan mengevaluasi klien resiko tinggi tersebut dengan cara menanyakan kembali apa yang telah dijelaskan oleh bidan terseburt kepada klien. Dan meminta klien untuk mengulanginya lagi atau menanyakan kembali apa yang dijelaskannya tadi.
ACTION (Tindak Lanjuti)
Menindaklanjuti hasil untuk membuat perbaikan yang diperlukan. Ini berarti juga meninjau seluruh langkah dan memodifikasi proses untuk memperbaikinya sebelum implementasi berikutnya.
Contoh :
Setelah klien tersebut melahirkan, bidan menyarankan kepada klien untuk memakai alat kontrasepsi untuk menunda kehamilan berikutnya. Agar kehamilan tidak terjadi sebelum 2 tahun setelah kelahiran terakhir.
Rabu, 30 Desember 2009
Analisa SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan. Analisa ini didasarkan
pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan ( Strengths) dan peluang ( Opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan ( Weaknesses) dan ancaman ( Threats).
Perencanaan strategis (strategic planner) suatu perusahaan harus menganalisis faktor-faktor strategis perusahaan (kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman) pada kondisi yang ada saat ini. Hal ini disebut dengan Analisis Situasi atau popular disebut Analisis SWOT.
Dalam menganalisis data digunakan teknik deskriptif kualitatif guna menjawab perumusan permasalahan mengenai apa saja yang menjadi kekuatan dan kelemahan yang ada pada objek penelitian dan apa saja yang menjadi peluang dan ancaman dari luar yang harus dihadapinya.
Dalam penelitian dilakukan identifikasi variable-variabel yang merupakan kekuatan dan peluang yang kemudian digunakan skala likert atas lima tingkat yang terdiri dari: Sangat baik (5), Baik (4), Cukup baik (3), Kurang baik (2), dan Tidak baik (1), berupa Skala Likert Keunggulan dan Peluang
Kemudian penelitian dilanjutkan dengan identifikasi variable-variabel yang merupakan kelemahan dan ancaman dari luar yang kemudian digunakan skala likert atas lima tingkat yang terdiri dari: Sangat berat (=5), Berat (=4), Cukup berat (=3), Kurang berat (=2), dan Tidak berat (=1), berupa Skala Likert Tantangan dan Ancaman
Analisis SWOT ini adalah membandingkan antara faktor eksternal, berupa Peluang (opportunities) dan Ancaman (threats) dengan faktor internal, yang berupa Kekuatan (strengths) dan Kelemahan (weaknesses).
Selanjutnya, nilai rata-rata masing-masing faktor positif dibandingkan dengan faktor negatif baik di lingkungan internal maupun lingkungan eksternal. Dan Hasil dari perhitungan tersebut, dituangkan dalam digram Cartesius.
Dari diagram Cartesius tersebut, dapat diketahui hasil analisis SWOT, sesuai dengan posisi dari hasil perhitungannya, yaitu:
Sebelah kiri atas -> Startegi Rasionalisasi (Turne around).
Sebelah kanan atas -> Strategi Agresif (Growth).
Sebelah kiri bawah -> Strategi Defensif.
Sebelah Kanan bawah -> Strategi Diversifikasi.
pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan ( Strengths) dan peluang ( Opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan ( Weaknesses) dan ancaman ( Threats).
Perencanaan strategis (strategic planner) suatu perusahaan harus menganalisis faktor-faktor strategis perusahaan (kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman) pada kondisi yang ada saat ini. Hal ini disebut dengan Analisis Situasi atau popular disebut Analisis SWOT.
Dalam menganalisis data digunakan teknik deskriptif kualitatif guna menjawab perumusan permasalahan mengenai apa saja yang menjadi kekuatan dan kelemahan yang ada pada objek penelitian dan apa saja yang menjadi peluang dan ancaman dari luar yang harus dihadapinya.
Dalam penelitian dilakukan identifikasi variable-variabel yang merupakan kekuatan dan peluang yang kemudian digunakan skala likert atas lima tingkat yang terdiri dari: Sangat baik (5), Baik (4), Cukup baik (3), Kurang baik (2), dan Tidak baik (1), berupa Skala Likert Keunggulan dan Peluang
Kemudian penelitian dilanjutkan dengan identifikasi variable-variabel yang merupakan kelemahan dan ancaman dari luar yang kemudian digunakan skala likert atas lima tingkat yang terdiri dari: Sangat berat (=5), Berat (=4), Cukup berat (=3), Kurang berat (=2), dan Tidak berat (=1), berupa Skala Likert Tantangan dan Ancaman
Analisis SWOT ini adalah membandingkan antara faktor eksternal, berupa Peluang (opportunities) dan Ancaman (threats) dengan faktor internal, yang berupa Kekuatan (strengths) dan Kelemahan (weaknesses).
Selanjutnya, nilai rata-rata masing-masing faktor positif dibandingkan dengan faktor negatif baik di lingkungan internal maupun lingkungan eksternal. Dan Hasil dari perhitungan tersebut, dituangkan dalam digram Cartesius.
Dari diagram Cartesius tersebut, dapat diketahui hasil analisis SWOT, sesuai dengan posisi dari hasil perhitungannya, yaitu:
Sebelah kiri atas -> Startegi Rasionalisasi (Turne around).
Sebelah kanan atas -> Strategi Agresif (Growth).
Sebelah kiri bawah -> Strategi Defensif.
Sebelah Kanan bawah -> Strategi Diversifikasi.
Selasa, 22 Desember 2009
LSM Indonesia Corruption Watch (ICW) menyatakan, berbagai rumah sakit baik pemerintah maupun swasta umumnya masih belum bersikap ramah terhadap warga dan pasien miskin.Koordinator Divisi Monitoring Pelayanan Publik ICW Ade Irawan, dalam keterangan tertulis yang diterima ANTARA News di Jakarta, Selasa, menyebutkan, hal itu terbukti dengan banyaknya keluhan pasien miskin terutama dari kelompok perempuan terhadap pelayanan rumah sakit.
Keluhan tersebut antara lain terkait dengan buruknya pelayanan perawat, sedikitnya kunjungan dokter pada pasien rawat inap, dan lamanya pelayanan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan (apoteker dan petugas laboratorium).
Selain itu, menurut Ade, pasien juga mengeluhkan buruknya kualitas toilet, tempat tidur, makanan pasien dan rumitnya pengurusan administrasi serta mahalnya harga obat.
ICW menyimpulkan hal tersebut berdasarkan survei yang dilakukan ICW pada bulan November 2009, yang mengambil sampel sebanyak 738 pasien miskin.
Sampel tersebut terdiri atas pasien yang melakukan baik rawat inap maupun rawat jalan, yang memegang kartu Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas), Keluarga Miskin (Gakin), dan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM).
Para pasien tersebut dirawat di 23 rumah sakit yang tersebar dan berada di daerah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi.
Hasil survei tersebut menunjukkan antara lain sebanyak 65,4 persen dari pasien perempuan yang menjalani rawat inap mengeluhkan sikap perawat yang kurang ramah dan simpatik terhadap mereka.Selain itu, pasien juga mengeluhkan tentang pengurusan administrasi yang dinilai rumit (28,4 persen) dan memiliki antrian yang panjang (46,9 persen).Rata-rata, waktu pengurusan administrasi untuk satu orang pasien bisa menghabiskan waktu sebanyak 1 jam 45 menit.
Berdasarkan hasil survei tersebut, ICW merekomendasikan agar rumah sakit meningkatkan kualitas pelayanan terhadap pasien miskin dengan meningkatkan kunjungan dokter, keramahan perawat, kecepatan pelayanan kesehatan, serta peningkatan kualitas sarana dan prasarana rumah sakit.
Selain itu, rumah sakit juga harus menyampaikan informasi tentang hak-hak pasien terkait standar pelayanan rumah sakit, dan membuka mekanisme keluhan/ pengaduan serta menindaklanjuti keluhan tersebut secara transparan dan bertanggung jawab sesuai pasal 36 dan 37 UU Pelayanan Publik No 25/2009.
LSM antikorupsi itu juga meminta Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih segera membentuk badan pengawas rumah sakit dan mengambil tindakan administratif terhadap rumah sakit yang memberikan pelayanan yang buruk terhadap pasien miskin.
benar saja.ketika salah seorang saudara saya dirawat di salah satu rumah sakit daerah,entah itu perawat atau bidan atau dokter,sikapnya acuh pada pasiennya termasuk pada saudara saya yang kebetulan memang mempunyai Jamkesmas.saya sempat berpikir,apa karena tidak bayar secara langsung?atau karena dia sedang mempunyai masalah dalam keluarganya?atau karena sebab lain?tapi meskipun pasien Jamkesmas tidak membayar langsung,bukankah sudah ada jaminan dari pemerintah tentang gaji mereka?lalu kenapa para petugas itu tetap tidak ramah pada pasien mereka?padahal,seandainya mereka tidak mendapat pasien,mereka tidak akan mendapat tunjangan atau gaji?
jadi kepada para petugas kesehatan,baik itu perawat,bidan ataupun dokter,bahkan dokter spesialis pun,mohon kesadarannya untuk lebih ramah pada pasien.karena pasien itu ingin sembuh.dan untuk sembuh,seorang pasien tidak hanya butuh obat-obatan dari resep yang telah diberikan.tapi juga butuh "penghargaan" dan senyum tulus dari semua petugas kesehatan....
wassalam...
Keluhan tersebut antara lain terkait dengan buruknya pelayanan perawat, sedikitnya kunjungan dokter pada pasien rawat inap, dan lamanya pelayanan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan (apoteker dan petugas laboratorium).
Selain itu, menurut Ade, pasien juga mengeluhkan buruknya kualitas toilet, tempat tidur, makanan pasien dan rumitnya pengurusan administrasi serta mahalnya harga obat.
ICW menyimpulkan hal tersebut berdasarkan survei yang dilakukan ICW pada bulan November 2009, yang mengambil sampel sebanyak 738 pasien miskin.
Sampel tersebut terdiri atas pasien yang melakukan baik rawat inap maupun rawat jalan, yang memegang kartu Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas), Keluarga Miskin (Gakin), dan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM).
Para pasien tersebut dirawat di 23 rumah sakit yang tersebar dan berada di daerah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi.
Hasil survei tersebut menunjukkan antara lain sebanyak 65,4 persen dari pasien perempuan yang menjalani rawat inap mengeluhkan sikap perawat yang kurang ramah dan simpatik terhadap mereka.Selain itu, pasien juga mengeluhkan tentang pengurusan administrasi yang dinilai rumit (28,4 persen) dan memiliki antrian yang panjang (46,9 persen).Rata-rata, waktu pengurusan administrasi untuk satu orang pasien bisa menghabiskan waktu sebanyak 1 jam 45 menit.
Berdasarkan hasil survei tersebut, ICW merekomendasikan agar rumah sakit meningkatkan kualitas pelayanan terhadap pasien miskin dengan meningkatkan kunjungan dokter, keramahan perawat, kecepatan pelayanan kesehatan, serta peningkatan kualitas sarana dan prasarana rumah sakit.
Selain itu, rumah sakit juga harus menyampaikan informasi tentang hak-hak pasien terkait standar pelayanan rumah sakit, dan membuka mekanisme keluhan/ pengaduan serta menindaklanjuti keluhan tersebut secara transparan dan bertanggung jawab sesuai pasal 36 dan 37 UU Pelayanan Publik No 25/2009.
LSM antikorupsi itu juga meminta Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih segera membentuk badan pengawas rumah sakit dan mengambil tindakan administratif terhadap rumah sakit yang memberikan pelayanan yang buruk terhadap pasien miskin.
benar saja.ketika salah seorang saudara saya dirawat di salah satu rumah sakit daerah,entah itu perawat atau bidan atau dokter,sikapnya acuh pada pasiennya termasuk pada saudara saya yang kebetulan memang mempunyai Jamkesmas.saya sempat berpikir,apa karena tidak bayar secara langsung?atau karena dia sedang mempunyai masalah dalam keluarganya?atau karena sebab lain?tapi meskipun pasien Jamkesmas tidak membayar langsung,bukankah sudah ada jaminan dari pemerintah tentang gaji mereka?lalu kenapa para petugas itu tetap tidak ramah pada pasien mereka?padahal,seandainya mereka tidak mendapat pasien,mereka tidak akan mendapat tunjangan atau gaji?
jadi kepada para petugas kesehatan,baik itu perawat,bidan ataupun dokter,bahkan dokter spesialis pun,mohon kesadarannya untuk lebih ramah pada pasien.karena pasien itu ingin sembuh.dan untuk sembuh,seorang pasien tidak hanya butuh obat-obatan dari resep yang telah diberikan.tapi juga butuh "penghargaan" dan senyum tulus dari semua petugas kesehatan....
wassalam...
Langganan:
Komentar (Atom)
